SEdXx5lkiVZf4jiMtlFWfVgHxR2UbYmUAP1TopcR

Berpikir Kritis: Menimbang Kritik ala Netizen (2)

menimbang-kritik-ala-netizen
Di era demokrasi setengah matang ini, kata kritik menjadi istilah lain dari "kebebasan berpendapat". Sebagian besar kita mendukung kritik. Tidak jarang embel-embel "membangun" disematkan di belakangnya. Agar kritik-kritik bisa mendapatkan pembenaran meskipun sekedar membabi buta.

Lalu muncullah kalimat "Kita harus kritis makanya kritik itu penting!" Ok. Setuju. Anda benar! "Kritik itu adalah ciri kita sebagai manusia kritis!" Tunggu dulu!! Wait! Mungkin kita mengira kritik dan kritis itu seperti pinang dibelah dua. Jika iya, Kita salah besar!

Kritik atau kritikan (Criticism) adalah kata benda yang dekat makna dengan gugatan, atau sentilan. Sedangkan kritis (Critical) adalah kata sifat yang dekat makna dengan genting, urgent, kekritisan. Ibarat kritis adalah kekuatan, maka kritik hanya "otot" yang menjadi salah satu ciri tampak orang kuat. meskipun sesungguhnya kebanyakan yang berotot juga tidak benar-benar kuat.

Perbedaan yang menonjol antara keduanya terletak pada dua huruf akhir. Kritik menggunakan huruf "K" lalu Kritis menggunakan huruf "S". beda kan? Meskipun ini terlihat tolol, tapi cara ini adalah cara efektif untuk menyadarkan kita yang bebal dalam memahami perbedaan keduanya (intermezzo).

Sejauh ini, tidak sedikit para pemuja kritik bertahan dengan sentilannya di media sosial karena berpikir bahwa dengan kritik sudah cukup menjadikan kita kritis. Bahayanya, kritik terlalu sering salah alamat. Seharusnya diarahkan pada argument, produk, kebijakan, namun kian bergeser ke arah individu. sehingga tidak jarang berujung pada perdebatan tak berkesudahan. Buahnya, tiada keputusan selain kebenaran kolektif dan egosentris.

Kritik yang salah sasaran sangat sangat mudah kita identifikasi. Yaitu cendrung menyentil dan mengkritik sesuatu tanpa ada argumentasi mendasar apalagi tawaran ide dan solusi sebagai bahan kajian. Atau terlihat asal bunyi biar dikira ahlinya ahli. Status kritik sejenis ini lebih cendrung terlihat menyudutkan individu atau kelompok selain dirinya (musuh) dan kelompoknya.

Di awal kita sudah sepakat bahwa kritik adalah bagian dari berpikir kritis. Namun tidak semua kritik menjadikan kita sebagai mahluk berpikir kritis. Salah satunya adalah yang saya maksudkan di atas.

Menjadi pengkritik yang kritis sesungguhnya bukan dalam wujud mengecam atau mengutuk individu, namun lebih menjadi pembanding ide, gagasan, opini, produk, kebijakan, atas dasar interpretasi dan pemahaman terhadap objek yang dikritik.

Apalagi jika kita masih hobi mengkritik dengan modal senam jari dan berharap liker. Bukankah semua perbuatan kita akan dimintai pertanggung jawabanya Gaesss? Jika sentilan dan kecaman kita mempengaruhi dan menyesatkan cara berpikir ratusan liker dan followers kita, maka selamat!!! Kita telah menjadi upline pola pikir sesat.

Kritik sangat boleh, tapi bernalarlah dengan baik dan lebih bijaksana. Bukankah kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik. Karena kebaikan jika dibawa dengan cara buruk, tetap akan dipandang sebagai keburukan pula. Maka kita harus banyak belajar mengkritik diri. Jika tidak tahan menerima kritik tanpa alasan dan masukan, mending kita main catur saja, yang cuma mendengar satu kata, Skak!

#RamadhanKareem: Bulan Ramadhan mari kita isi dengan saling menasihati.

Penulis: Samsun Hidayat
Related Posts
SHARE

Related Posts

Langganan Artikel Terbaru

2 comments

Post a Comment

x

Berlangganan

Dapatkan pemberitahuan melalui email setiap ada artikel baru.