SEdXx5lkiVZf4jiMtlFWfVgHxR2UbYmUAP1TopcR

Ramadhaniyat; Puasa Khawash

puasa-khawash
Semua ibadah pasti memiliki hikmah yang berwujud dalam kehidupan di dunia dan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan alam sekitar.

Shalat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar.

Zakat menyucikan jiwa penunainya dan membuatnya dermawan, serta memancing berkah bagi hartanya.

Haji mencetak pelaksananya menjadi orang yang rendah hati, berjiwa kebaikan bagi manusia lain dan alam lingkungan.

Puasa mendidik pelakunya menjadi orang yang jujur, sabar dan pandai bersyukur, serta kuat dalam pengendalian diri.

Tetapi...
Mengapa masih banyak ditemukan orang yang sudah melaksanakan ibadah namun tidak menunjukkan bekas-bekas ibadahnya dalam kehidupan sehari-hari?

Semua ibadah memiliki dua aspek:
  1. Aspek luaran, eksoteris, yaitu berkaitan dengan syarat dan rukun ibadah, tentang sah dan batalnya ibadah.
  2. Aspek dalaman, isoteris, yaitu berkaitan dengan kesempurnaan ibadah, tentang penghayatan pada setiap bagian dari ibadah.
Eksoteris adalah wadah. Isoteris adalah isi.

Wadah tanpa isi: kosong, hampa; Isi tanpa wadah: ambyar!

Untuk mudah dipahami, saya berikan contoh shalat.

Jika ada orang yang sudah berwudlu', memakai pakaian yang suci dan menutup aurat, pergi ke mushalla, lantas berniat, takbir, baca fatihah, rukuk, i'tidal, sujud, duduk, sujud, berdiri lagi... Genap satu rakaat dalam waktu kurang dari satu menit. Dilanjutkan gerakan serupa pada rakaat kedua dan diakhiri dengan tahiyat dan salam, selesailah shalat dua rakaat dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Sah! Karena semua syarat dan rukun shalat sudah terpenuhi. Sudah lengkap.

Tapi kan tidak khusyuk, tidak ada thuma'ninah?

Khusyuk dan thuma'ninah bukan termasuk syarat atau rukun shalat.

Syarat dan rukun adalah aspek eksoteris.

Aspek isoterisnya adalah: khusyuk, thuma'ninah, penghayatan terhadap setiap bacaan dan gerakan dalam shalat.

Shalat yang hanya memenuhi aspek eksoteris adalah shalat yang hampa, tak berisi, dan bukan shalat yang diharapkan oleh Allah dan Rasulullah.

Allah memuji orang-orang yang khusyuk di dalam shalat, QS. Al-Mu'minun 1-2

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

"beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya"

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.

“Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari sholat?”. Rasulullah berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya” (HR. Ahmad)

Allah dan Rasul-Nya mengajarkan shalat yang berisi, yang juga memperhatikan aspek isoteris: shalat yang khusyuk, shalat yang diwarnai dengan thuma'inah, shalat yang penuh penghayatan. Shalat seperti inilah yang diharapkan bisa membangun hikmah dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Uraian tentang aspek eksoteris dan isoteris pada shalat di atas bisa diterapkan kepada semua ibadah yang lain.

Rukun puasa adalah menahan diri dari semua hal yang membatalkan sejak terbit fajar (waktu Subuh) hingga tenggelam matahari (waktu maghrib).

Aspek eksoteris puasa adalah memperhatikan sahnya puasa, asal tidak melakukan semua pembatal puasa.

Aspek isoteris puasa adalah memperhatikan kesempurnaan puasa. Menjaga agar pahala puasanya tidak hampa.

Bagaimana cara mengenali aspek isoteris puasa? Mari kita renungkan beberapa hal berikut.
  1. Makan dan minum, hubungan badan antara suami istri, bahkan muntah adalah sesuatu yang diperbolehkan jika tidak berpuasa, bahkan pada saat-saat tertentu bisa menjadi sunnah yang mendatangkan pahala. Semua yang mubah tersebut dilarang di saat berpuasa. Orang yang berpuasa bisa meninggalkan hal-hal yang mubah. Kenapa tidak meninggalkan hal-hal yang dilarang? Kenapa tidak menjauhi kemaksiatan?
  2. Meninggalkan makan dan minum dalam masa 14 jam akan membuat orang-orang yang berpuasa merasa lapar dan dahaga, merasa lemas, padahal sebelum subuh mereka sudah bersahur dan setelah maghrib sudah menunggu makanan yang cukup untuk berbuka. Bagaimana jika mereka hanya bisa bersahur dengan beberapa teguk air dan nanti berbuka dengan sepotong makanan dan beberapa teguk air? Bagaimana pula bila mereka menahan lapar semalaman karena tidak ada makanan?
  3. Berbuka puasa selalu diwarnai oleh rasa gembira. Gembira karena berhasil menahan diri sampai batas waktu yang ditentukan dan gembira karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan biologis sudah diizinkan.
Itu kegembiraan yang menyangkut dengan diri sendiri. bukankah kegembiraan akan bertambah jika orang lain yang kita sayangi bergembira? orang yang kita kasihi bergembira? orang yang kita kasihani bergembira?

Pelajarannya, isi (isoteris) puasa adalah:
  1. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dalam hal menjalankan semua yang diperintah, meninggalkan semua yang dilarang.
  2. Pengendalian diri atas nafsu, syahwat, dan emosi.
  3. Rasa empati dan kasih sayang kepada kaum dluafa' khususnya dan seluruh manusia pada umumnya.
  4. Berbagi suka dengan sesama.
Puasa yang sempurna, lengkap eksoteris dan isoterisnya, lengkap wadah dan isinya adalah orang yang meninggalkan semua pembatal puasa pada waktu yang ditentukan dengan:
  1. senantiasa mengendalikan diri dari semua hal yang membatalkan pahala puasa dengan cara menjaga semua anggota tubuh (lidah, mata, telinga, kaki, dan tangan) dari perbuatan yang sia-sia, yang menjurus kepada pornografi, yang menjurus kepada permusuhan, yang menjurus kepada maksiat.
  2. senantiasa memperbanyak kebaikan seperti shalat, zikir, baca Al-Qur'an, do'a, sedekah, membuat orang lain bergembira, menebarkan kebaikan kepada sesama.
Puasa yang hanya sebatas eksoteris adalah puasa orang awam.

Puasa yang lengkap eksoteris dan isoteris adalah puasa orang khawash.

Begitulah Imam Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin mengelompokkan orang yang berpuasa. Awam artinya orang kebanyakan pada umumnya. Khawash artinya orang-orang khusus, orang-orang pilihan di antara orang-orang awam.

Pilihan?

Ya, bukan pilihan konstituen, tapi pilihan Allah.

Apakah kita termasuk yang dipilih oleh Allah di antara orang-orang awam?

Ditulis oleh K.H. Amir Ma'ruf Husein, S.Pd.I., M.M. di akun Facebook pada 5 Mei 2020
Related Posts
SHARE

Related Posts

Langganan Artikel Terbaru

Post a Comment

x

Berlangganan

Dapatkan pemberitahuan melalui email setiap ada artikel baru.