SEdXx5lkiVZf4jiMtlFWfVgHxR2UbYmUAP1TopcR

Ramadhaniyat; Mustahiq (1)

yang-berhak-menerima-zakat
Surat At-Taubah ayat 60 merincikan delapan kelompok (ashnaf) yang berhak menerima zakat (mustahiq):
  1. Faqir
  2. Miskin
  3. Amil Zakat
  4. Mu'allaf Qulubuhum.
  5. Budak (Riqab)
  6. Orang terlilit utang (Gharim)
  7. Orang yang berjuang di jalan Allah (Fi Sabilillah)
  8. Musafir yang kehabisan bekal (Ibnu Sabil)
(1) Faqir dan (2) Miskin. Yang disebut dengan faqir adalah orang yang tidak mampu ekonomi dan memiliki pendapatan lebih kecil daripada kebutuhan.

Para ulama berbeda pendapat tentang mana yang lebih parah antara keduanya, tetapi perbedaan itu ternyata hanya pada diksi antara faqir dan miskin, namun maksudnya sama. Untuk menjelaskan perbedaan lebih lanjut saya jelaskan berdasarkan keyakinan yang saya pegangi.

Miskin adalah orang yang pendapatannya lebih kecil daripada kebutuhannya, lebih dari separuh kebutuhan tetapi tidak mencukupi, pada kisaran 50% - 99%. Misalkan jika dalam setahun kebutuhan si M dan keluarganya sebesar Rp 50 juta, sedangkan total pendapatannya sebesar Rp 45 juta, sehingga pendapatannya tidak mencukupi kebutuhannya.

Faqir lebih parah lagi, pendapatannya di bawah separuh bahkan sampai nol, <50 15="" 40="" br="" dalam="" dan="" f="" juta.="" juta="" kebutuhan="" keluarga="" misalkan="" pendapatannya="" rp="" sebesar="" sedangkan="" setahun="" si="">
Yang dimaksud kebutuhan pada contoh di atas adalah kebutuhan pokok dalam hidup, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

Faqir dan miskin yang menjadi mustahiq adalah orang muslim yang bekerja mencari nafkah, kecuali orang yang memiliki keterbatasan untuk mencari nafkah, seperti sudah lanjut usia, memiliki cacat fisik, atau kondisi ekonomi suatu daerah sehingga tidak didapatkan tempat bekerja. Dengan demikian, seorang pengangguran tidak masuk sebagai mustahiq.

(3) Amil Zakat, lembaga yang terdiri atas personil yang mendapat tugas khusus dari pemerintah untuk menangani pengelolaan zakat.

Orang yang dilibatkan dalam amil zakat adalah mereka yang memiliki beberapa kriteria, di antaranya adalah:
  1. Integritas, yang mencakup kejujuran, ketekunan, keseriusan, dan tanggung jawab.
  2. Kapasitas, yang mencakup pemahaman tentang syariat khususnya fiqh zakat, manajemen pengelolaan, dan akuntansi keuangan.
Porsi untuk amil zakat 1/8 atau 12,5% dari total zakat terkumpul. Porsi untuk amil zakat sebagai insentif atau apresiasi atas jasa dan kerja para personil dalam mengelola zakat.

Bisa jadi pemerintah memberikan gaji atau honor bagi para personil amil zakat. Dalam hal ini jika gaji/honor dari pemerintah cukup besar, jika ditotalkan gaji/honor semua personil dalam setahun lebih besar dari 12,5% zakat yang terkumpul, maka amil zakat tidak boleh lagi mengambil porsi dari zakat yang terkumpul. Tetapi jika total gaji/honor setahun semua personil lebih kecil dibandingkan porsinya dari zakat yang terkumpul, maka diperbolehkan mengambil dari zakat secukupnya sehingga akumulasi dari gaji/honor dan porsi zakat tidak melebihi 12,5% zakat terkumpul.

Karena untuk menjadi personil amil zakat dibutuhkan kriteria tertentu, maka bisa saja yang menjadi personil dari kalangan orang kaya. Dalam hal ini orang kaya itu pun berhak mendapatkan bagian dari porsi amil zakat. Demikian pula bila dibutuhkan, diperbolehkan mengambil tenaga dari kalangan non muslim yang keahliannya dibutuhkan dan untuk itu si non-muslim itu pun berhak menerima bagian zakat.

Dalam undang-undang zakat yang berlaku di Indonesia, amil zakat yang diakui adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang didirikan sampai ke tingkat kabupaten/kota beserta Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang didirikan oleh Baznas masing-masing.

Selain itu, UU Zakat pun memberi izin bagi organisasi keislaman dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah, dalam bentuk Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS), seperti LAZISMU (Muhammadiyah), LAZISNU (NU), LAZIS NW, BMH (Hidayatullah), Dompet Du'afa', LAZDASI, dan lain sebagainya.

(4) Mu'allaf Qulubuhum, adalah orang-orang yang hatinya ditarik bagi kepentingan Islam.

Yang termasuk dalam kategori mu'allaf antara lain:
  1. Orang yang memiliki kekuasaan (muslim atau non muslim) yang diharapkan kebijakannya bagi kepentingan Islam.
  2. Orang yang memiliki pengaruh besar pada masyrakatnya atau pengikutnya (muslim atau non muslim) yang diharapkan manfaatnya bagi kepentingan Islam.
  3. Orang yang baru masuk Islam yang mengalami intimidasi atau persekusi dari keluarga dan orang-orang tertentu yang tidak rela dengan keislamannya.
  4. Orang yang memiliki kecenderungan kuat untuk masuk Islam tetapi masih menghadapi berbagai kendala, khususnya kendala ekonomi.
Dari kategori di atas dapat ditarik simpulan bahwa tidak semua orang yang baru masuk Islam disebut muallaf. Ada kondisi tertentu yang membuat muallaf berhak menerima zakat. Hal ini perlu saya sampaikan karena seringkali terjadi modus orang yang meminta-minta dengan mengaku sebagai muallaf. Hal ini pada akhirnya justru kontra produktif bagi tujuan pemberian porsi zakat bagi muallaf. Jika ada orang seperti itu saya sarankan untuk mengarahkan ke Amil Zakat.

Jika At-Taubah 60 dicermati, maka akan ditemukan bahwa Allah menggunakan LI untuk 4 ashnaf pertama dan menggunakan FI untuk 4 ashnaf berikutnya.

Penggunaan LI bagi 4 ashnaf pertama mengisyaratkan bahwa mereka diperbolehkan memanfaatkan zakat yang diterimanya untuk keperluan apa saja. Sudah sepenuhnya menjadi hak mereka.

Sedangkan penggunaan FI untuk 4 ashnaf berikutnya mengisyaratkan bahwa zakat yang mereka terima tidak boleh dipergunakan untuk berbagai keperluan, tetapi dikhususkan untuk keperluan yang membuatnya berhak menerima zakat.

Insyaallah pada Ramadhaniyat berikutnya akan diuraikan tentang 4 ashnaf berikutnya.

Penulis: K.H. Amir Ma'ruf Husein, S.Pd.I., M.M.
Related Posts
SHARE

Related Posts

Langganan Artikel Terbaru

Post a Comment

x

Berlangganan

Dapatkan pemberitahuan melalui email setiap ada artikel baru.