Pak... Minta makan, Pak...
Mulut kelaparan anak istriku sudah menganga
menunggu sesuap harapan dari orang-orang yang menyimpan milik kami
tapi ketika mereka lewat, mulut ketamakan mereka pun menganga juga
lebih lebar dari mulut-mulut kami
dan semua milik kami pun dilahapnya tanpa sisa
kaki-kaki kami terbirit-birit penuh luka
karena kami tak ingin menjadi mangsa
dan ketika kami terduduk memandang darah dan daging di ujung jari
kami menelan ludah yang sudah kering dengan terpaksa
karena kami tidak ingin menjadi kanibal
Bu... Minta makan, Bu...
Perut kelaparan anak istriku sudah membuncit
berisi harapan kosong yang ditiupkan oleh topeng-topeng palsu
bosan kami menunggu uluran tangan yang tak jijik menyentuh
karena perut kesombongan mereka yang lebih buncit
terlebih dahulu menggusur kami dari jalur yang menjadi hak kami
gigi-gigi kami tak bisa mengunyah apa yang mereka nikmati
karena perut kami hanya terbiasa dengan makanan
yang diikhlaskan, yang dihalalkan
Jika sewaktu-waktu terdengar alunan suara dari rongga perut kami
Aku tak yakin, shalawatkah itu? atau sebuah tangisan pilu?
Hei... Aku minta makan...!
Mana mungkin aku bisa membaca untuk mengisi otakku
Jika darahku mengalir lamban tak punya daya?
Mana mungkin aku bisa menggoreskan karya menjunjung panji
Jika ototku meringkuk pedih kehabisan tenaga?
Mana mungkin aku bisa menggiring bola melambungkan prestasi
Jika menanggung badan pun aku sudah tak mampu?
Oooh...! Kalian tak mendengar suaraku yang tak berbunyi
Tapi bagaimana aku bisa mengantarkan pesan ke telinga tuli?
Bagaimana aku bisa mengirim sandi ke mata yang tak sudi?
Ketika aku sudah tak punya apa-apa lagi
Tuhan...!
Aku lapar...
Anak istriku lapar...
Sepanjang waktuku adalah apa yang mereka sebut Ramadhan
Aku heran mengapa Kau datangkan lagi Ramadhan bagi mereka
yang tidak tahu bahwa aku lapar, bersama anak istriku?
Maafkan aku, Tuhan, jika aku tak sopan
Tapi... katakan padaku bahwa Engkau pun lapar
agar aku bisa menghibur anak istriku untuk menahan lapar.
Amir Ma’ruf Husein
Mulut kelaparan anak istriku sudah menganga
menunggu sesuap harapan dari orang-orang yang menyimpan milik kami
tapi ketika mereka lewat, mulut ketamakan mereka pun menganga juga
lebih lebar dari mulut-mulut kami
dan semua milik kami pun dilahapnya tanpa sisa
kaki-kaki kami terbirit-birit penuh luka
karena kami tak ingin menjadi mangsa
dan ketika kami terduduk memandang darah dan daging di ujung jari
kami menelan ludah yang sudah kering dengan terpaksa
karena kami tidak ingin menjadi kanibal
Bu... Minta makan, Bu...
Perut kelaparan anak istriku sudah membuncit
berisi harapan kosong yang ditiupkan oleh topeng-topeng palsu
bosan kami menunggu uluran tangan yang tak jijik menyentuh
karena perut kesombongan mereka yang lebih buncit
terlebih dahulu menggusur kami dari jalur yang menjadi hak kami
gigi-gigi kami tak bisa mengunyah apa yang mereka nikmati
karena perut kami hanya terbiasa dengan makanan
yang diikhlaskan, yang dihalalkan
Jika sewaktu-waktu terdengar alunan suara dari rongga perut kami
Aku tak yakin, shalawatkah itu? atau sebuah tangisan pilu?
Hei... Aku minta makan...!
Mana mungkin aku bisa membaca untuk mengisi otakku
Jika darahku mengalir lamban tak punya daya?
Mana mungkin aku bisa menggoreskan karya menjunjung panji
Jika ototku meringkuk pedih kehabisan tenaga?
Mana mungkin aku bisa menggiring bola melambungkan prestasi
Jika menanggung badan pun aku sudah tak mampu?
Oooh...! Kalian tak mendengar suaraku yang tak berbunyi
Tapi bagaimana aku bisa mengantarkan pesan ke telinga tuli?
Bagaimana aku bisa mengirim sandi ke mata yang tak sudi?
Ketika aku sudah tak punya apa-apa lagi
Tuhan...!
Aku lapar...
Anak istriku lapar...
Sepanjang waktuku adalah apa yang mereka sebut Ramadhan
Aku heran mengapa Kau datangkan lagi Ramadhan bagi mereka
yang tidak tahu bahwa aku lapar, bersama anak istriku?
Maafkan aku, Tuhan, jika aku tak sopan
Tapi... katakan padaku bahwa Engkau pun lapar
agar aku bisa menghibur anak istriku untuk menahan lapar.
Amir Ma’ruf Husein
Tersentuh hati saya pak
ReplyDeleteSemoga kita bisa memetik hikmah dari puisinya Gan. Terima kasih atas kunjungannya Gan
DeleteSangat menyentuh tulisannya, Pak. Semoga ibadah puasa kita tak sekadar dapat lapar saja, ya.
ReplyDeleteAmin ya robbal'alamin Gan. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari puisinya Gan
DeleteAmin.
Deletesampai meinding aq bacanya mas,,, puasa mengajarkan kita,, rasa lapar.. lapar akan peduli, lapar akan iman, lapar akan keikhlasan.. bagi yang memahami makna lapar,,
ReplyDeleteItulah esensi dari lapar Bro. Semoga kita bisa memetik hikmah dalam puisi itu.
DeleteAmin Ya Rabb... terus berkarya mase..
Deletesepertinya ada kandungan menyentil pemerintahan (orang berkuasa0 ya mas? topeng-topeng plasu dan perut mereka yang lebih buncit?
ReplyDeleteBukan hanya pemerintah tapi kita semua bro. Hehehehe
Delete