SEdXx5lkiVZf4jiMtlFWfVgHxR2UbYmUAP1TopcR

Ramadhaniyat; Idul Fitri

idul-fitri-2020
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mendapatkan masyarakat di Madinah merayakan dua hari raya, pada hari itu mereka bersenang-senang, bersuka-ria. Rasulullah pun menetapkan dua hari raya bagi umat Islam: Idul Fitri pada 1 Syawal dan Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Demikian intisari dari beberapa hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud dan An-Nasa'i.

Idul Fitri pertama kali dirayakan pada tahun 2 Hijrah bersamaan dengan pertama kali kaum muslimin berpuasa Ramadhan.

Sejak saat itu, kaum muslimin meninggalkan dua hari raya yang selama ini dirayakan oleh masyarakat Madinah, yaitu Nairuz dan Mihrajan, karena Rasulullah memang melarangnya.

Nairuz dan Mihrajan adalah hari raya milik masyarakat Persia yang ditiru dan diikuti oleh masyarakat di bagian utara semenanjung Arab.

Nairus atau Nowruz adalah perayaan tahun baru pada masyarakat Persia. Mereka memiliki sistem penanggalan khusus yang mengacu kepada peredaran bumi dalam mengitari matahari, mirip dengan penanggalan Gregorian/Masehi.

Perbedaannya adalah kalender Persia mengacu kepada pergantian musim. Tahun kalender mereka dimulai pada awal musim semi setelah usai musim dingin, yaitu sekitar tanggal 21 Maret.

Pada hari pertama kalender persia itulah dirayakan Nairuz yang menurut bahasa Persia berarti "hari baru".

Mihrajan dirayakan 6 bulan berikutnya, yaitu pada awal musim rontok saat berakhirnya musim panas.

Id (عيد) berarti hari raya, juga berarti sesuatu yang datang kembali mengikuti sirklis masa.

Al-Fithru (الفطر) arti asalnya adalah belahan (break), ciptaan (creation).

Dari arti belahan (break) muncul makna buka puasa (breaking fast) yang dalam bahasa Arab disebut Ifthar (الإفطار) yang bisa juga diterjemahkan sebagai sarapan atau makan pagi (breakfast).

Dari arti ciptaan muncul diksi Fitrah (فطرة) yang berarti tabiat awal penciptaan manusia.

Dengan demikian, Idul Fitri memiliki dua arti:
  1. Hari raya berbuka (tidak puasa).
  2. Kembali kepada fitrah.
Hari raya berbuka (tidak puasa) merupakan makna zahir dari Idul Fitri, yaitu hari ketika kaum muslimin bergembira karena berhasil melalui ujian ibadah shiyam selama Ramadhan.

Kegembiraan itu memang sepantasnya, karena selama sebulan penuh kaum muslimin tidak hanya berjuang melawan nafsunya untuk tidak makan, minum, dan berhubungan badan antara suami-istri; tetapi juga melawan hawa nafsu untuk tidak mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi mengerjakan maksiat.

Sebagai simbol zahir kegembiraan di hari raya berbuka (tidak puasa) adalah dilarangnya puasa pada 1 Syawwal.

Kembali kepada fitrah adalah makna batin dari Idul Fitri. Fitrah yang berarti tabiat awal penciptaan manusia.

Apa saja tabiat awal penciptaan manusia?

Bisa kita perhatikan dari bayi yang baru terlahir dari rahim ibunya:
  1. Bersih dari dosa.
  2. Mahluk yang belajar.
  3. Mahluk sosial.
  4. Silakan tambah lagi...
Yang jelas, ketika bayi lahir ke dunia, dia sudah membawa tauhid rububiyyah, yaitu keyakinan bahwa Allah satu-satunya Zat yang menjadi Rabb. Inilah adalah tabiat semua manusia, karena ketika manusia masih berupa ruh, manusia sudah bersaksi atas rububiyah Allah seperti yang terrekam dalam QS. Al-A'raf 172.

Konsekwensi logis dari tauhid rububiyyah adalah tauhid uluhiyyah, yaitu keyakinan bahwa Allah satu-satunya Zat yang layak menjadi Ilah, Tuhan yang disembah, yang ditaati, yang dicintai. Ketaatan adalah faktor utama ketaqwaan kepada Allah.

Shiyam Ramadhan mendidik dengan ketat kaum muslimin untuk taat kepada Allah.

Shiyam pun menanamkan rasa kasih sayang kepada sesama, menguatkan elemen sosial pada diri manusia.

Shiyam dan Qiyam Ramadhan, jika dilakukan dengan sepenuh keimanan dan ihtisaban mencari ridla Allah, akan membuat pelakunya terampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Jika sempurna shiyam dan qiyamnya, ditambah lagi mendapatkan barakah lailatul qadar, bukan tidak mungkin seluruh dosa akan diampuni, sehingga keadaannya sama seperti ketika baru lahir, tidak punya dosa.

Hari raya Idul Fitri adalah hari raya lahir dan batin. Orang Melayu cakap: zahir dan bathin.

Penulis: K.H. Amir Ma'ruf Husein, S.Pd.I., M.M.
Related Posts
SHARE

Related Posts

Langganan Artikel Terbaru

Post a Comment

x

Berlangganan

Dapatkan pemberitahuan melalui email setiap ada artikel baru.