Pernah mendengar kisah Samson & Delilah?
Saya menduga bahwa kisahnya terisnpirasi dari kitab suci.
Dalam sebuah kitab klasik berbahasa Arab, kitab yang sangat populer, disebutkan sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bercerita.
Syam'un alaihis salam adalah seorang nabi dari Bani Israel yang diangkat oleh Allah sebagai nabi di tengah kaumnya yang kafir dan dipimpin oleh seorang raja yang kafir dan zalim.
Syam'un sangat gagah perkasa. Pasukan raja tidak mampu menangkap dan mengalahkannya. Sehingga sang raja membuat sayembara akan memberi hadiah yang sangat besar bagi siapa saja yang bisa menaklukkan Syam'un.
Istri Syam'un tergoda dengan hadiah. Dia ketahui titik lemah Syam'un menggunakannya untuk menaklukkan Syam'un.
Syam'un pun ditangkap, kedua matanya dibutakan, dan diikat di antara dua pilar utama istana raja.
Syam'un berdo'a kepada Allah agar kekuatannya pulih. Allah mendengar do'anya dan mengabulkannya. Seketika kekuatan Syam'un pulih. Syam'un pun merobohkan istana sehingga raja, keluarga, pasukan, termasuk istri Syam'un mati tertimpa reruntuhan istana.
Untuk mensyukuri ijabah do'anya, Syam'un berjihad menumpas kezaliman dan kekufuran selama 1000 bulan.
Para sahabat kagum kepada Nabi Syam'un seraya berkata, "Andaikan kami bisa beribadah selama 1000 tahun seperti Syam'un."
Saat itu Jibril turun membawa ayat tentang Lailatul Qadr yang lebih baik dari 1000 bulan.
Hadits tersebut tidak jelas siapa yang meriwayatkannya, sehingga tidak jelas apakah hadits atau bukan. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa kisah tersebut diambil dari kisah israiliyat.
Terhadap kisah israiliyat, para ulama menjelaskan 3 opsi sikap:
“Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa-apa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” [HR. Bukhari].
Cerita tentang Syam'un di atas termasuk kategori ke-3.
Lailatul Qadr memang merupakan malam yang sangat istimewa. Malam penuh rahmat, malam penuh barakah.
Rasulullah sendiri yang sudah dijamin sorga, yang sudah dijamin ampunan atas semua dosa yang sudah lalu ataupun yang akan datang, masih berjibaku di setiap akhir ramadhan untuk mendapatkan anugerah malam Lailatul Qadr. Bahkan beliau membangunkan keluarganya agar beruntung mendapatkan berkah Lailatul Qadr.
Di antara keistimewaannya adalah malam turunnya Al-Qur'an.
Pahala kebajikan yang dikerjakan di malam itu nilainya lebih baik daripada nilai kebajikan yang dikerjakan selama 1000 bulan tanpa henti.
1000 bulan = 83,3 tahun hijriyah atau 81 tahun masehi.
Saya menduga bahwa kisahnya terisnpirasi dari kitab suci.
Dalam sebuah kitab klasik berbahasa Arab, kitab yang sangat populer, disebutkan sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bercerita.
Syam'un alaihis salam adalah seorang nabi dari Bani Israel yang diangkat oleh Allah sebagai nabi di tengah kaumnya yang kafir dan dipimpin oleh seorang raja yang kafir dan zalim.
Syam'un sangat gagah perkasa. Pasukan raja tidak mampu menangkap dan mengalahkannya. Sehingga sang raja membuat sayembara akan memberi hadiah yang sangat besar bagi siapa saja yang bisa menaklukkan Syam'un.
Istri Syam'un tergoda dengan hadiah. Dia ketahui titik lemah Syam'un menggunakannya untuk menaklukkan Syam'un.
Syam'un pun ditangkap, kedua matanya dibutakan, dan diikat di antara dua pilar utama istana raja.
Syam'un berdo'a kepada Allah agar kekuatannya pulih. Allah mendengar do'anya dan mengabulkannya. Seketika kekuatan Syam'un pulih. Syam'un pun merobohkan istana sehingga raja, keluarga, pasukan, termasuk istri Syam'un mati tertimpa reruntuhan istana.
Untuk mensyukuri ijabah do'anya, Syam'un berjihad menumpas kezaliman dan kekufuran selama 1000 bulan.
Para sahabat kagum kepada Nabi Syam'un seraya berkata, "Andaikan kami bisa beribadah selama 1000 tahun seperti Syam'un."
Saat itu Jibril turun membawa ayat tentang Lailatul Qadr yang lebih baik dari 1000 bulan.
Hadits tersebut tidak jelas siapa yang meriwayatkannya, sehingga tidak jelas apakah hadits atau bukan. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa kisah tersebut diambil dari kisah israiliyat.
Terhadap kisah israiliyat, para ulama menjelaskan 3 opsi sikap:
- Jika kisah israiliyat sesuai dengan kisah yang ada di dalam Al-Qur'an atau hadits yang sanadnya jelas, maka harus diterima.
- Jika tidak sesuai dengan kisah dalam Al-Qur'an, bertentangan dengan syari'at dan logika, serta tidak jelas sebagai hadits, maka harus ditolak dan dilarang menceritakannya.
- Jika tidak bertentangan dengan Kisah Al-Qur'an, tidak bertentangan dengan ajaran syari'at dan logika, tetapi tidak jelas sebagai hadits, maka didiamkan. Abstain, tidak diterima juga tidak ditolak. Boleh diceritakan tanpa menyebutnya sebagai hadits.
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ”.
“Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa-apa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” [HR. Bukhari].
Cerita tentang Syam'un di atas termasuk kategori ke-3.
Lailatul Qadr memang merupakan malam yang sangat istimewa. Malam penuh rahmat, malam penuh barakah.
Rasulullah sendiri yang sudah dijamin sorga, yang sudah dijamin ampunan atas semua dosa yang sudah lalu ataupun yang akan datang, masih berjibaku di setiap akhir ramadhan untuk mendapatkan anugerah malam Lailatul Qadr. Bahkan beliau membangunkan keluarganya agar beruntung mendapatkan berkah Lailatul Qadr.
Di antara keistimewaannya adalah malam turunnya Al-Qur'an.
Pahala kebajikan yang dikerjakan di malam itu nilainya lebih baik daripada nilai kebajikan yang dikerjakan selama 1000 bulan tanpa henti.
1000 bulan = 83,3 tahun hijriyah atau 81 tahun masehi.
Sepanjang malam itu, sejak maghrib hingga terbit fajar merupakan malam keselamatan, malam kesejahteraan, malam kemuliaan, karena pahala kebaikan yang menunggu sangat-sangat besar dan semua dosa orang yang melakukan kebaikan pada malam itu. Para malaikat yang turun sangat banyak, masing-masing mereka memberi salam kepada setiap orang yang melakukan kebajikan pada malam itu.
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari).
Pada malam itu Malaikat Jibril dan milyaran malaikat turun. Jumlah milyaran yang saya sebut sebenarnya jauh lebih sedikit dibanding apa yang disebut oleh Rasulullah: "lebih banyak dari bilangan kerikil." (HR. Ahmad).
Pada malam itu para malaikat mengerjakan urusan berupa penetapan taqdir tahunan semua makhluk, khususnya manusia, yang di-breakdown dari Lauhil Mahfudz.
Karena itulah maka doa-doa kebajikan yang dipanjatkan pada malam itu menjadi lebih besar peluangnya untuk diijabah.
Kapan tepatnya Lailatul Qadr? Rahasia!
Rasulullah pun tidak mengetahui.
Khalifah Umar bin Khattab pernah memanggil beberapa orang sahabat Nabi yang terkemuka untuk berdiskusi tentang kapan persisnya Lailatul Qadr. Di antara sahabat ada yang mengatakan malam 21, ada yang mengatakan malam 23, ada yang mengatakan malam 25. Ibnu Abbas berpendapat malam 27 yang disepakati oleh Umar, ada pula yang berpendapat malam 29.
Perbedaan pendapat para sahabat Nabi tersebut membuat sebagian ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar berpindah-pindah di antara malam-malam ganjil.
Tapi bagaimana jika awal Ramadhan berbeda karena perbedaan cara menentukan awal Ramadhan, sehingga malam 21 bagi sebagian orang adalah malam 20 bagi sebagian yang lain?
Ulama pun menganjurkan agar kita mencari Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir, malam ganjil dan genap, dengan mengutamakan malam ganjil yang kita yakini masing-masing.
Jika waktu tepatnya dirahasiakan, tetapi tanda-tandanya agar terungkap. Di antara clue yang diisyaratkan oleh para ulama adalah:
Karena barangsiapa yang kehilangan Lailatul Qadr sungguh telah kehilangan kebaikan yang sangat besar (HR. Ibnu Majah).
Ditulis oleh K.H. Amir Ma'ruf Husein, S.Pd.I., M.M. di akun Facebook pada 12 Mei 2020
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari).
Pada malam itu Malaikat Jibril dan milyaran malaikat turun. Jumlah milyaran yang saya sebut sebenarnya jauh lebih sedikit dibanding apa yang disebut oleh Rasulullah: "lebih banyak dari bilangan kerikil." (HR. Ahmad).
Pada malam itu para malaikat mengerjakan urusan berupa penetapan taqdir tahunan semua makhluk, khususnya manusia, yang di-breakdown dari Lauhil Mahfudz.
Karena itulah maka doa-doa kebajikan yang dipanjatkan pada malam itu menjadi lebih besar peluangnya untuk diijabah.
Kapan tepatnya Lailatul Qadr? Rahasia!
Rasulullah pun tidak mengetahui.
Khalifah Umar bin Khattab pernah memanggil beberapa orang sahabat Nabi yang terkemuka untuk berdiskusi tentang kapan persisnya Lailatul Qadr. Di antara sahabat ada yang mengatakan malam 21, ada yang mengatakan malam 23, ada yang mengatakan malam 25. Ibnu Abbas berpendapat malam 27 yang disepakati oleh Umar, ada pula yang berpendapat malam 29.
Perbedaan pendapat para sahabat Nabi tersebut membuat sebagian ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar berpindah-pindah di antara malam-malam ganjil.
Tapi bagaimana jika awal Ramadhan berbeda karena perbedaan cara menentukan awal Ramadhan, sehingga malam 21 bagi sebagian orang adalah malam 20 bagi sebagian yang lain?
Ulama pun menganjurkan agar kita mencari Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir, malam ganjil dan genap, dengan mengutamakan malam ganjil yang kita yakini masing-masing.
Jika waktu tepatnya dirahasiakan, tetapi tanda-tandanya agar terungkap. Di antara clue yang diisyaratkan oleh para ulama adalah:
- Suhu udara sangat ideal, tidak panas dan tidak dingin.
- Lebih hening daripada malam-malam lainnya.
- Angin tidak berhembus kencang.
- Orang-orang tertentu yang bersih hatinya akan dapat menangkap isyarat dalam hati.
- Pagi harinya, cahaya matahari tidak silau.
Karena barangsiapa yang kehilangan Lailatul Qadr sungguh telah kehilangan kebaikan yang sangat besar (HR. Ibnu Majah).
Ditulis oleh K.H. Amir Ma'ruf Husein, S.Pd.I., M.M. di akun Facebook pada 12 Mei 2020
Post a Comment
Post a Comment