SEdXx5lkiVZf4jiMtlFWfVgHxR2UbYmUAP1TopcR

Ramadhaniyat; La'allakum Tattaqun

puasa-membentuk-orang-bertaqwa
La'allakum tattaqun (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ), agar kalian bertaqwa.

Kalimat di atas terdapat di akhir surat Al-Baqarah 183, ayat shiyam. Disebutkan bahwa kalimat di atas menjelaskan tujuan utama dari puasa.

Sepakat. Tapi tidak ada salahnya kita bedah kalimat tersebut untuk tambahan ilmu kita.

La'allakum terdiri dari dua kata:
  1. La'alla (لَعَلَّ) dalam bahasa Arab merupakan kata roja' (harapan) yang berfungsi untuk tarajji (mengungkapkan harapan). la'alla berarti: semoga, mudah-mudahan, atau arti lain yang mengandung harapan.
  2. Kum (كُمْ) adalah kata ganti orang kedua jamak sebagai objek.
Tattaqun (تَتَّقُوْنَ) adalah fi'il mudlari', kata kerja untuk masa sekarang dan yang akan datang (dengan tambahan kata tertentu), dalam bahasa Inggris disebut continues tense yang hanya mencakup kerja masa sekarang dan future tense yang hanya mencakup kerja di masa yang akan datang.

Tattaqun dengan demikian berarti kalian bertaqwa (saat ini dan pada waktu yang akan datang).

Muttaqun atau muttaqin adalah jamak dari muttaqi, kata sifat yang menyifati beberapa orang dengan pekerjaan yang dikerjakannya, artinya adalah orang yang bertaqwa; seperti mushallun jamak dari mushalli, menyifati orang-orang yang shalat; muzakkun, jamak muzakki, menyifati orang yang berzakat; sha'imun, jamak dari sha'im, menyifati orang yang melakukan shiyam; dan seterusnya.

Meskipun muttaqun atau muttaqin menyifati orang-orang yang bertaqwa, tetapi secara konotatif, kata benda bersifat pasif, sedangkan kata tattaqun yang merupakan kata kerja bersifat aktif.

Allah menggunakan diksi "tattaqun" dalam bentuk kata kerja untuk menjelaskan bahwa untuk menjadi orang yang bertaqwa tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan, tapi harus melalui tahapan, melalui perjalanan yang seringkali di kanan dan kiri jalan itu ada lorong-lorong kesesatan.

Rasulullah ketika bersama beberapa orang sahabat pernah menggoreskan sebuah garis lurus di atas tanah, seraya bersabda: "Ini jalan Allah", kemudian beliau menggoreskan beberapa garis, berawal dari garis tadi ke kiri dan ke kanan, seraya bersabda: "Jalan-jalan ini, di setiap jalan ada setan yang memanggil-manggil, mengajak untuk belok". Rasulullah kemudian membaca ayat 153 surat Al-An'am: "Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. [Diterjemahkan secara bebas dari hadits shahih riwayat Bazzar].

Jika memperhatikan firman Allah pada surat Al-Hujurat 13: "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu", bisa kita petik simpulan bahwa derajat ketakwaaan manusia berbeda-beda dan bertingkat-tingkat.

Tingkatan taqwa yang tertinggi adalah taqwa yang haqqa tuqatihi (sebenar-benar taqwa) adalah target ideal setiap orang yang beriman. Ukuran taqwa yang sebenar-benarnya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. "Ana Atqaakum (Aku adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian)" Demikian sabda Rasulullah (HR. Bukhari).

Setiap orang diperintahkan untuk mengejar tingkatan haqqa tuqatihi. Memang hampir mustahil, tetapi tetap wajib berusaha semampu yang bisa dilakukan oleh masing-masing orang. "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu" (QS. At-Taghabun: 13).

Agar usaha kita terukur di dalam mencapai target haqqa tuqatihi, maka cara yang paling tepat adalah dengan cara meneladani Rasulullah dalam beribadah, bermuamalah, dan berakhlak, semaksimal yang bisa kita lakukan.

Dari penjelasan tentang kata-kata yang menyusun kalimat la'allakum tattaqun di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa la'allakum tattaqun berarti: semoga, dengan puasa yang kalian lakukan, kalian bisa bertaqwa hari ini, dan meningkatkan ketaqwaan kalian esok dan pada hari-hari mendatang.

Tapi kenapa puasa yang dijadikan medium untuk membimbing manusia bertaqwa?

Sebenarnya, bukan puasa saja yang dijadikan media pendidikan taqwa bagi manusia. Semua ibadah, semua ajaran syari'at adalah media pendidikan. Tetapi jika dicari media utama dalam pendidikan taqwa, maka jawabannya adalah ketaatan.

Shiyam Ramadhan adalah ibadah yang unik. Mode ON puasa berlaku seharian, dari terbit fajar hingga terbenam matahari. kalau batal, maka batallah sehari puasa dan hanya bisa diqadla' di luar bulan Ramadhan.

Jika dibandingkan dengan shalat. Orang yang batal shalat subuhnya, bisa segera mengulang shalatnya selama waktu Subuh masih ada. Demikian pula waktu shalat yang lain.

Begitu pula jika dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lain.

Orang yang berpuasa merasa sangat sayang jika puasanya batal, walaupun dia merasa lemas, lapar, dan dahaga, maka dengan sekuat daya dan upaya dia mempertahankan puasanya dengan menaati aturan yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. aturan yang sebenarya agak aneh, karena hal-hal yang awalnya boleh menjadi hal-hal yang dilarang sementara kegiatan yang lain tetap diperbolehkan sebagaimana hanya ketika tidak berpuasa, seperti berkomunikasi dengan orang lain, berinteraksi dengan istri, memasak, dan aktivitas kehidupan yang lain.

Tidak salah jika ada orang yang mengatakan bahwa level ujian yang ada dalam ibadah shiyam Ramadhan merupakan level ujian tertinggi dan terberat dibandingkan ujian yang ada pada ibadah lainnya.

Tampaklah bahwa kata kunci utama dalam kesuksesan puasa seseorang adalah ketaatan, dan ketaatan adalah media utama dalam pendidikan taqwa.

Sampai di sini sudah kelihatan benang merahnya ya?

Ditulis oleh K.H. Amir Ma'ruf Husein, S.Pd.I., M.M. di status Facebook pada 6 Mei 2020
Related Posts
SHARE

Related Posts

Langganan Artikel Terbaru

Post a Comment

x

Berlangganan

Dapatkan pemberitahuan melalui email setiap ada artikel baru.